Peraturan
dan Regulasi
UU
no.36 Tentang Telekomunikasi
Tujuan
pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar
1945. Bahwa penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan,
mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta
meningkatkan hubungan antarbangsa. Bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan
teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang
mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi. Bahwa
segala sesuatu yang berkaitan dengan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan
dan cara pandang terhadap telekomunikasi tersebut, perlu dilakukan penataan dan
pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional; bahwa sehubungan
dengan hal-hal tersebut di atas, maka Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang
Telekomunikasi dipandang tidak sesuai lagi, sehingga perlu diganti.
Ketentuan Umum
Telekomunikasi adalah setiap
pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk
tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat,
optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Alat telekomunikasi adalah
setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi, Perangkat
telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan
bertelekomunikasi. Sarana dan prasarana telekomunikasi adalah segala sesuatu
yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi.
- Pemancar radio adalah alat
telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;
- Jaringan telekomunikasi adalah
rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam
bertelekomunikasi;
- Jasa telekomunikasi adalah
layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan
menggunakan jaringan telekomunikasi;
- Penyelenggara telekomunikasi
adalah perseorangan, koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan
instansi pertahanan keamanan negara;
- Pelanggan adalah perseorangan,
badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi
dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;
- Pemakai adalah perseorangan,
badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi
dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;
- Pengguna adalah pelanggan dan
pemakai;
- Penyelenggaraan telekomunikasi
adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga
memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
- Penyelenggaraan jaringan
telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan
telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
- Penyelenggaraan jasa
telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa
telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
- Penyelenggaraan telekomunikasi
khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan
pengoperasiannya khusus;
- Interkoneksi adalah
keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan
telekomunikasi yang berbeda;
- Menteri adalah Menteri yang
ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang telekomunikasi.
Azas dan Tujuan
Pasal 2
Telekomunikasi
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi
diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa,
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,
mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan
hubungan antarbangsa.
Penyelenggaraan
1)
Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi:
·
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
·
penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
·
penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
2)
Dalam penyelenggaraan telekomunikasi,
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
·
melindungi kepentingan dan keamanan
negara;
·
mengantisipasi perkembangan teknologi
dan tuntutan global;
·
dilakukan secara profesional dan dapat
dipertanggungjawabkan;
·
peran serta masyarakat.
Pasal 8
1)
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf a dan huruf b, dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan
untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yaitu:
·
Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
·
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
·
badan usaha swasta; atau
·
koperasi.
2)
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, dapat dilakukan oleh:
·
perseorangan;
·
badan hukum selain penyelenggara
jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
3)
Ketentuan mengenai penyelenggaraan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
1)
Penyelenggara jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dapat menyelenggarakan jasa
telekomunikasi.
2)
Penyelenggara jasa telekomunikasi sebagjaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, mjenggunakan
dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan
telekomunikasi.
3)
Penyelenggara telekomunikasi khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dapat menyelenggarakan
telekomunikasi untuk:
·
keperluan sendiri;
·
keperluan pertahanan keamanan negara;
·
keperluan penyiaran.
4) Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, terdiri dari
penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan:
·
perseorangan;
·
instansi pemerintah;
·
dinas khusus;
·
badan hukum.
5) Ketentuan
mengenai persyaratan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
·
Bagian Ketiga
·
Larangan Praktek Monopoli
Pasal 10
1)
Dalam penyelenggaraan telekomunikasi
dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antara penyelenggara
telekomunikasi.
2)
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Penyidikan
Pasal 44
1)
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi,
diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang telekomunikasi.
2)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
·
melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang
telekomunikasi;
·
melakukan pemeriksaan terhadap orang dan
atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
·
menghentikan penggunaan alat dan atau
perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
·
memanggil orang untuk didengar dan
diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
·
melakukan pemeriksaan alat dan atau
perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan
tindak pidana di bidang telekomunikasi;
·
menggeledah tempat yang diduga digunakan
untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
·
menyegel dan atau menyita alat dan atau
perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan
tindak pidana di bidang telekomunikasi;
·
meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi; dan
·
mengadakan penghentian penyidikan.
3)
Kewenangan penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum
Acara Pidana.
Sanksi Administrasi
Pasal 45
Barang
siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal
21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 29 ayat (2),
Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2)
dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46
1)
Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.
2)
Pencabutan izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.
Ketentuan Pidana
Pasal 47
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara
jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara
telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 50
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara
telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama
4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah).
Pasal 52
Barang
siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan perangkat
telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
1)
Barang siapa yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
1)
Apabila tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2)
atau Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 55
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 57
Penyelenggara
jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 58
Alat
dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52 atau Pasal 56 dirampas untuk negara
dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
Perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal
51,Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57 adalah
kejahatan.